ni blog apa??
d sini adalah blog yang d tulis 4 orang, nulis cerita bersambung yang di estafetkan,,oleh 4orang berbeda,,,,penasaran??????? baca yea!!!!!!! THIS is THAN's BLOG,, more than blog. ku tak tahu... kau tak tahu... karena itu kotaktahu.blogspot.com,,huehehehe...


yang nulis2 d blog ni
yang pertama Tia yang kedua Heru yang ketiga Ali yang keempat Neti 4 orang berbeda dengan tempat berbeda pula,,huhuhu... dan kami bukan power ranger...khekhekhe...


baca! commment!,,ok!?
huhu......abiss baca ni blog please kasih komentar,,thanks yo!!


shoutbox

7 Things - 2008 - Miley Cyrus


lari aja ke link berikut
blognya ali
buat blogger
link
link
link


step back
Januari 2008
Maret 2008
April 2008
Agustus 2008
November 2008
Maret 2009

credits
designer DancingSheep
resources +


Jumat, 06 Maret 2009

  • potongan 6

  • by: tia_^

    “Arya…! Arya…! Makan malam nih…! “
    Untuk kesekian kalinya Vin memanggil Arya untuk makan malam. Arya tak pernah menjawab satu pun panggilan Vin. Ia berada di ruang televisi, sedang sibuk dalam dunianya sendiri, menekuni dua benda yang ada di meja, peta misterius dan sebuah cincin perak yang berasal dari kotak morfx. Sejak tujuh jam yang lalu, Arya tak berhenti mengamat-amati, meneliti tiap bagian dari benda-benda itu, bahkan melakukan studi pustaka melalui internet. Tapi hingga detik ini pun ia belum bisa memecahkan teka-teki itu.
    Vin berdiri di ambang pintu ruang tengah, ia berkecak pinggang dan bergeleng-geleng, Anak ini…, batinnya dalam hati. Ia menghampiri Arya, duduk di sampingnya tanpa kata, dan mengamati tiap gerakan yang dilakukan Arya.
    “Arya, kurasa kita memerlukan bantuan orang lain untuk menyelesaikan misteri ini,” usul Vin tiba-tiba.
    Arya mendongak, menatap Vin setengah kosong, ia belum berkonsentrasi. Ia kembali pada dua benda itu dan berkata pada Vin, “Apakah ada orang selain kita yang mau terlibat secara sengaja dalam urusan yang bersaudara dengan nyawa ini? Aku sangsi tentang itu.”
    Vin diam. Selama beberapa saat ia tampak berpikir, “Mmm…, mungkin memang tidak ada,” kata Vin lemas, ia menghela nafas.
    Arya kembali menatap Vin, kali ini lebih lama dan dalam. Ia kembali merasakan getaran aneh itu, dan sekarang merasuk jauh ke dalam sanubarinya. Sepersekian detik kemudian ia memalingkan tatapannya, “Ah, kurasa lebih baik kita makan dulu. Mungkin setelah makan kita bisa mendapatkan pencerahan tentang masalah ini,” Arya tersenyum pada Vin.
    Mereka duduk di dapur, bersantap dalam diam. Pikiran Arya masih terfokus pada misteri baru yang mereka dapatkan pagi ini. Vin sendiri mengamati Arya lekat-lekat.
    Arya mengerutkan kening, “Kau tahu, rasanya kita dipermainkan oleh kotak ini dan segala misterinya,” ia menghela nafas, “kalau seperti ini terus…., bisa gila aku. Sampai kapan kita akan berkutat dengan masalah ini?”
    Vin menggigit bibir bawahnya, “Mmm…, maaf, kurasa aku sendiri tak bisa menjawab pertanyaan itu,” ia memasukkan satu sendok roasted beef ke dalam mulutnya. Ia mengunyah makanannya cepat-cepat, “Kalau kau tidak ingin berurusan dengan masalah ini lebih lama lagi, maka jalan satu-satunya adalah menyelesaikannya sesegera mungkin.”
    Arya mengangguk malas, “Well, dalam hal ini kau benar. Tapi bagaimana? Otakku benar-benar tidak bisa menemukan hubungan antara cincin dan salib itu. Lalu aku yakin pasti ada hubungannya juga dengan nenekmu.”
    Vin beranjak dari tempat duduknya, mengambil piring Arya dan miliknya sendiri lalu membawanya ke tempat cuci. Lagi-lagi mereka diam. Hanya suara air kran yang mengalir dan bunyi sikat piring yang terdengar. Arya mengamati Vin lamat-lamat. Trilyunan sel di otaknya berusaha keras mencari petunjuk ataupun cara supaya mereka bisa melakukan sesuatu, tidak hanya diam di rumah seperti ini.
    Kemudian ia tersadar, “Vin… kapan nenekmu memberikan kain itu padamu?”
    Vin berbalik menghadap Arya, ia bersandar pada counter cuci piring, “Eh? Mm…entahlah…Aku agak ragu. Sepertinya sudah lama sekali,” Vin memutar otak, kapan? Kapan? Kapan Vin keparat itu menerima kainnya?? Kenapa ia tidak mengatakan semuanya pada kami?? Aku harus mengarang cerita, setidaknya supaya ia percaya. Ia berbalik menghadapi bak cuci lagi, “Kalau aku tidak salah, menjelang wafatnya. Tapi…, itu sudah lama sekali, aku masih terlalu kecil untuk bisa mengingatnya dengan baik.”
    Arya mengerutkan kening lagi mendengar penjelasan Vin itu. Ia sedikit heran, tidak biasanya Vin seperti ini. Vin yang selama ini ia kenal adalah seorang wanita dengan ingatan yang sangat kuat. Dulu Arya pernah kehilangan jam tangan Rolex pemberian orang tuanya dan Vin menemukannya dengan begitu mudah. Waktu itu Vin hanya mengatakan, “Ingatan fotografis kau tahu!”. Karena inilah Arya semakin curiga pada Vin. Tapi sisi hatinya yang lain bersikukuh bahwa ia adalah Vin, bukan Vin palsu. Buktinya adalah sewaktu ia pingsan pagi tadi.
    “Mm…, kurasa kita perlu mengunjungi rumah nenekmu, Vin. Kupikir, ia pasti memiliki kaitan dengan kotak Morfx ini. Kalau tidak, mana mungkin ia secara kebetulan memberikan kain yang berisi petunjuk membuka kotak morfx padamu,” jelas Arya sambil mengetuk-ngetuk meja.
    Tanpa menoleh, Vin mengangguk-angguk, “Idemu bagus juga. Dan waktunya sangat tepat! Aku sudah tidak tahan terlalu lama berada di rumah ini. Rasanya seperti dikurung!”
    “Oke, sudah kita putuskan, kita ke sana esok, pagi-pagi sekali. Apakah kau masih ingat di mana letak rumah nenekmu itu?” Tanya Arya.
    “Yup, tentu,” jawab Vin cukup mantap. Dalam hati, ia mengomel, kali ini wanita itu harus mengatakan semuanya padaku!
    Keraguan Arya pada Vin sedikit pudar mendengar pernyataan Vin yang begitu meyakinkan barusan, “Aku akan mencari beberapa informasi di internet. Sebaiknya kau tidur, mungkin besok akan menjadi hari yang melelahkan untuk kita.”
    -------------------------------
    Pagi ini kelam. Awan-awan kelabu menutupi matahari pagi mempertunjukkan sinarnya yang hangat. Kota itu sepi. Hanya beberapa orang yang terlihat mau bersusah payah menerobos hujan, demi menghidupi diri mereka. Di salah satu ujung jalan, seorang laki-laki paruh baya berjalan dengan agak bersusah payah. Mantelnya menjuntai hingga lutut, warnanya yang sudah kusam menunjukkan betapa tuanya mantel itu. Persis seperti pria tua itu. Tongkat kayunya yang berwarna cokelat tanah mengentakkan irama teratur. Berkali-kali pria itu melirik ke kanan dan kiri, seolah-olah ada yang sedang menguntitnya. ia berjalan menuju Humhall Café.
    Baltimore, salah seorang pelayan di Café mewah itu tengah membersihkan meja-meja dengan cairan pembersih ketika pria itu dengan tersaruk-saruk menghampirinya.
    “Hei Tim,” sapa si Pria Tua dengan suara bass yang khas.
    Pelayan yang berbadan cukup kekar itu membalikkan badan menghadapi si Pria paruh baya, ia mengangkat ujung alis kanannya, “Apa yang membawamu ke tempat ini, Al?”
    Orang yang disebut sebagai Al itu menarik sebuah kursi dan mendudukinya, “Aku ingin bertanya sesuatu padamu,” ia tersenyum.
    Tim mengelap tangannya yang kotor dan segera duduk di seberang Al, “Jika ini juga menguntungkan untukku, aku dengan senang hati akan menjawabnya,” Tim menyeringai.
    Senyum Al semakin mengembang, menunjukkan kerut-kerut usia di tepinya, “Tentu. Kau akan mendapatkan bagian jika mau membantuku. Lagipula, kita pernah membahas masalah ini.”
    Alis Tim berkerut, tampangnya yang lumayan tampan itu menjadi terlihat sedikit seram. Ia memutar otak, “Apakah ini tentang kotak Morfx itu?”
    Masih tersenyum, Al mengangguk. Ia mencondongkan tubuh ke arah Tim, “Ya. Tahukah kau? Kotak itu bahkan 24 jam yang lalu berada di tempat ini!”
    Mata Tim membelalak, “Tidak mungkin! Kalau memang berada di tempat ini, aku pasti sudah menyadarinya!”
    Al merogoh saku mantelnya dan mengeluarkan selembar foto, “Ini buktinya.” Ia menyodorkan foto itu pada Tim.
    Beberapa saat Tim mengamati foto itu dan tampak berpikir. Kemudian ia menganga tak percaya, “O…orang ini…dia yang kemarin duduk satu jam lamanya hanya memesan satu cangkir kopi! Aku dua kali bertanya padanya apakah ia akan memesan, tapi ia menolaknya! Dan…dan…dia kelihatan sangat gelisah, seperti sedang dikejar-kejar penagih utang! Tapi….aku tidak melihatnya memegang kotak ini!” Tim kembali menatap Al.
    Al menyandarkan punggungnya di sandaran kursi. Ia menghela nafas, “Itu buktinya, Tim. Berarti memang pria itu membawa kotak Morfx. Mungkin saat itu kau sedang sibuk melakukan sesuatu sehingga tak melihatnya.”
    “Jadi…, apa yang akan kita lakukan sekarang? Menjalankan apa yang pernah kita bicarakan tempo itu? Tapi kau sudah terlalu tua untuk terlibat, Al! Pasti orang itu juga menginginkan Morfx!”
    “Kau juga sudah cukup tua, Tim! Jangan mempermasalahkan usia. Bagaimanapun juga, aku harus melakukan misiku. Dan sekarang lah saatnya,” Pria tua itu terdiam sejenak. Ia menghela nafas panjang. Diketuknya ujung meja, “Lalu, apa keputusanmu? Mau bergabung denganku atau tidak?”
    Tim menimbang-nimbang. Ia melihat ke sekelilingnya, “Mmm…, kau tahu, aku sudah mulai bosan dengan tempat ini, terlalu nyaman, aku butuh tantangan!”
    Al tersenyum lagi, “Baiklah, sudah diputuskan kalau begitu!”. Al menyilangkan kakinya, “Tapi, aku mau bertanya padamu, apa yang terjadi dengan Pria yang membawa kotak itu? Apakah ia bertemu dengan seseorang?”
    “Well…, ya. Ia bertemu dengan seorang gadis, sangat menawan menurutku. Mereka berbincang sebentar lalu pergi,” papar Tim dengan bersemangat.
    “Apakah ini gadis yang kau maksud??” Al kembali menyodorkan selembar foto pada Tim.
    “Ya! Dia orangnya! Dari mana kau dapat foto ini?”
    Al mengangkat bahunya, “Kebetulan saja,” Al beranjak dari kursinya, “Ayo, kita harus bergegas, kalau aku tidak salah menerka, saat ini mereka membutuhkan bantuan kita!”
    Tim menyeringai, mempertontonkan gigi-gigi putihnya, “Aku semakin tak sabar!”
    ------------------------------------------------------------------

    ---bersambung---

    20.08